Selamat Datang ,Dan Selamat Membaca, Enjoyy :)

Thursday, 28 November 2013

Pemerintah: Hanya 5 Lembaga Ini yang Boleh Menyadap

Penyadapan

Aksi penyadapan yang dilakukan pemerintah Australia terhadap sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Boediono membuat pemerintah Indonesia kian gusar. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI, Tifatul Sembiring pun menegaskan, Indonesia melarang segala tindakan penyadapan, kecuali untuk kepentingan keamanan dan proses penyelidikan hukum.
Dalam hal ini, Tifatul mengatakan, hanya ada lima lembaga negara yang boleh melakukan penyadapan, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, Kejaksaan, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Badan Intelijen Negara (BIN).

Penyadapan kelima lembaga tersebut biasanya melakukan kerja sama dengan seluruh operator telekomunikasi ketika sedang menangani suatu kasus hukum. Maka tak heran, KPK bisa mengusut kasus korupsi Angelina Sondakh dan Luthfi Hasan Ishaaq, Polri (Densus 88) menelusuri lokasi tersangka terorisme, BNN mengungkap keberadaan bandar narkoba di Indonesia, dan sebagainya.

Muncul indikasi, adanya oknum yang menyusup ke sejumlah provider seluler Indonesia, sehingga membuat pemerintah Australia bisa dengan mudahnya menyadap beberapa pejabat tersebut. Tifatul pun meminta kepada provider seluler agar segera melakukan klarifikasi akan masalah penyadapan ini dalam waktu dekat. “Kita beri waktu seminggu untuk provider seluler. Saat ini tersisa tiga hari lagi, dan sudah ada klarifikasi dari provider seluler,” kata Tifatul, dilansir dari berita kementerian di laman resmi website Kominfo.

Untuk diketahui, dalam Pasal 42 UU Telekomunikasi sendiri salah satunya menyebutkan, provider bisa memberikan akses informasi, asalkan ada permintaan tertulis dari Jaksa Agung atau Kapolri untuk tindak pidana tertentu dan adanya permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu yang sesuai dengan  undang-undang berlaku.

“Bukan Indonesia saja yang menjadi korban aksi serupa. Banyak kepala negara maju di dunia yang pernah mengalaminya. Untuk itu upaya yang akan dilakukan adalah peningkatan standarisasi komunikasi kepala negara dan pejabat negara,” ujar Tifatul menambahkan.

Lebih lanjut, pelarangan penyadapan yang dilakukan pihak tidak berwenang, sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Salah satu isinya ialah melarang setiap orang melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi. Sementara ancaman pindannya tertuang dalam Pasal 56 UU Telekomunikasi dengan kurungan penjara maksimal 15 tahun dan di Pasal 47 UU ITE dengan hukuman penjara maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp 800 juta. Tampaknya, hukuman tersebut hanya berlaku bagi oknum yang bekerja sama dengan pemerintah Austlaria.

Lantas, “hukuman” apa yang mesti diberikan pemerintah Indonesia kepada pemerintah Australia?

No comments:

Post a Comment