Persaingan antara dua franchise raksasa FPS di industri game – Call of Duty dan Battlefield memang semakin memanas di tahun 2013 ini. Tidak hanya persaingan klasik di sisi penjualan, kehadiran konsol next-gen juga memungkinkan kedua developer untuk mendorong game andalan mereka masing-masing hingga batas yang paling optimal. DICE sendiri menyiapkan segudang arsenal untuk memastikan proyek terbaru mereka – Battlefield 4 yang baru saja dirils tampil sebagai yang terbaik. Implementasi engine terbaru – Frostbite 3.0 dan segudang fitur di mode multiplayer menjadi identitas yang tidak terpisahkan dan sekaligus nilai jual utama. Setelah menahan rasa penasaran selama beberapa bulan terakhir ini, kesempatan untuk menjajal game ini secara langsung akhirnya hadir. Welcome, Battlefield 4!
Kesan Pertama
Pertanyaan pertama yang pasti menyelimuti sebagian besar gamer yang menantikan kehadiran game yang satu ini tentu saja menyangkut implementasi engine next-gen milik DICE – Frostbite Engine 3.0. Kesuksesan Frostbite 2.0 yang tampil begitu memukau di seri sebelumnya menjadi patokan seberapa signifikan engine ini telah berkembang. Hasilnya? Luar biasa. Detail yang muncul jauh lebih baik dengan pewarnaan yang terasa lebih halus menjadikan Battlefield 4 sebagai salah satu game dengan visualisasi terbaik di pasaran saat ini. Dirilis sebagai game multiplatform, current gen dan next-gen, menjadi opsi yang jauh lebih rasional untuk mencicipinya di platform yang lebih kuat, antara next-gen atau PC. Kualitas seperti ini tentu bisa tidak ditawarkan oleh teknologi lawas sekelas Playstation 3 dan Xbox 360, membuat engine ini terlihat sia-sia.Seperti seri sebelumnya, Battlefield 4 juga menghadirkan campaign untuk memuaskan gamer yang memang mengindamkan kehadiran sebuah mode single player. Konflik antara tiga negara besar dunia – Amerika Serikat, China, dan Russia menjadi tema utama, dengan alur plot klise yang tentu tidak akan asing lagi bagi para penggemar game military shooter. Seberapa baik? Beberapa jam ala permainan, selain visualisasi dan desain setting yang pantas untuk diacungi jempol, mode campaign ini masih belum mampu menunjukkan tajinya. Karakter yang kurang kuat dan menggugah, percakapan yang justru terkesan garing dan voice acts kaku membuat perasaan Anda terus merindukan sesuatu yang “wah” untuk terjadi. Dan sejauh kami memainkanya, rindu tersebut belum dijawab. Yang menarik, jauh lebih banyak elemen yang bisa Anda hancurkan dan picu di Battlefield 4 dibandingkan BF 3.
Pesona utama Battlefield 4 sepertinya memang jatuh pada mode multiplayer yang ia tawarkan. Tidak tanggung-tanggung, DICE menyediakan kurang lebih 10 buah map dengan beragam jenis terrain untuk dijajal, tentu masing-masing dengan fitur Levolution uniknya sendiri. Ia tetap menjadi pesona yang sulit untuk ditolak. Dalam waktu yang singkat, kami baru menjajal tiga buah map utama untuk mendapatkan sedikit gambaran dasar: Dawnbreaker, Flood Zone, dan tentu saja sang ikon – Paracel Storm. Perubahan cuaca dramatis di Paracel Storm menjadi primadona yang membuat kami berdecak kagum. Dipadukan setting Ultra yang bisa dicapai rig kami, Battlefield 4 menawarkan kehancuran dan keindahan di saat yang sama. Signifikansi Levolution dalam mengubah gaya permainan juga kami temukan di Flood Zone.
Sembari menunggu waktu yang lebih proporsional untuk melakukan review dua mode ini – single player dan multiplayer (yang kemungkinan akan kami pisah menjadi dua artikel terpisah untuk memberikan in-depth review yang lebih baik), izinkan kami melemparkan segudang screenshot dari kedua mode tersebut untuk membantu Anda mendapatkan sedikit gambaran. Tentu saja, semua screenshot ini diambil dengan setting Ultra mentok kanan untuk memperlihatkan kualitas seperti yang mampu dihasilkan oleh Frosbite Engine 3.0. Kami juga kemungkinan besar akan memperlihatkan bagaimana kualitas Battlefield 4 ketika digunakan langsung di tiga monitor sekaligus. Welcome to the new age of war!
Rig yang kami gunakan:
- Prosesor: Intel Core i7 3960X @4.5 GHz
- Motherboard: Intel DX79SI LGA2011 socket
- Graphics Card: Radeon R9 290X
- Memory: 4x 2GB Kingston HyperX blu. (@1600 MHz; 1.65 V)
- Power Supply: Corsair AX1200
- CPU Heatsink: Corsair H100 (Fan Speed Minimum)
- Casing: Corsair 500R (All Fan On)
- Monitor: LCD Monitor 1920×1080
- Input: Generic Keyboard and Mouse
- OS: Windows 7 Ultimate 64-bit SP1
No comments:
Post a Comment