Tiga tahun sejak Lei Jun mendirikan Xiaomi, perusahaannya telah
berhasil menangkap pangsa pasar smartphone di Cina sebesar lima persen
pada kuartal kedua tahun ini. Angka itu juga yang kemudian membawa
Xiaomi berhasil menyalip Apple untuk pertama kalinya, menurut hasil
riset Canalys.
Pada September lalu, Xiaomi memperkenalkan smartphone terbarunya
dalam sebuah acara yang cukup meriah dan berkesan. Penggemar yang hadir
pun langsung mengangkat glow stick mereka dan berteriak paling keras
sewaktu Lei mengumumkan harga perangkat tersebut. Ini sesuatu hal yang
paling ditunggu-tunggu masyarakat Cina yang menginginkan smartphone
high-end dengan harga low-end. Terlebih, Xiaomi merupakan produk dalam
negeri Cina.
Dengan harga 1.999 yuan (US$ 327), Xiaomi menawarkan Mi3, smartphone
yang dipersenjatai chip NVIDIA Tegra 4. Setengah harga dari yang
ditawarkan Apple melalui iPhone 5C. Bahkan, spesifikasi yang sama dengan
smartphone high-end keluaran Samsung, harga Xiaomi bisa lebih murah
lagi. Rencananya, Xiaomi akan merilis Mi3 pada pertengahan bulan ini.
“Jadi kami mencoba menjual produk kami dengan harga yang tidak berbeda
jauh dengan biaya produksi,” kata Lei dalam sebuah wawancara, dilansir Wall Street Journal.
Faktor hargalah yang menjadi pendorong pertumbuhan pesat Xiaomi di
Cina, pasar smartphone terbesar di dunia saat ini. Ia berharap, ada 20
juta handset yang terjual pada akhir tahun nanti. Tahun lalu, Xiaomi pun
berhasil menjual tujuh juta unit smartphone.
“Kami memanfaatkan cara berpikir Internet. Di internet, produk-produk
terbaik yang sering digunakan, semuanya gratis. Email gratis dan
sebagian besar konten pun gratis. Melalui model gratis seperti ini, Anda
dapat menarik pengguna dengan lebih cepat,” Ungkap pria kelahiran 43
silam itu.
Meski belum menjadi perusahaan publik, tetapi berdasarkan
penggalangan dana terbaru Xiaomi, nilai perusahaan tersebut ditaksir
sekitar US$ 10 miliar. Tahun lalu saja, Xiaomi berhasil mengantongi
pendapatan mencapai 12,65 miliar yuan (US$ 2,07 mililiar). Ia
menjelaskan, selain smartphone, pendapatan Xiaomi berasal dari penjualan
konten layanan, seperti aplikasi Android dan sejumlah aksesoris, mulai
dari baterai, casing handset hingga boneka maskot Xiaomi seharga US$ 3
hingga US$ 24. Terlebih, citra perusahaan tersebut makin menguat setelah
Presiden Cina Xi Jinping, mengundang Lei dalam sebuah acara Partai
Kmunis Cina, bertemakan teknologi.
Sementara Apple yang beberapa bulan lalu dirumorkan akan mengeluarkan
smartphone murah berbalut plastik, iPhone 5C malah terjebak dengan
harga yang tak sesuai dengan pasar negara berkembang, seperti Cina.
Beberapa pihak awalnya berharap, iPhone 5C akan dijual dengan harga
sekitar US$ 400. Namun nyatanya, ketika dirilis di Cina, harga resmi
non-kontrak perangkat tersebut malah dibanderol 4.448 Yuan (US$ 726).
Rentang harga yang cukup jauh, bila dibanding dengan biaya produksi
iPhone C yang diperkirakan hanya mencapai US$ 173. Terlebih, Apple
memiliki beberapa pabrik perakitan iPhone yang tersebar di beberapa
wilayah di Cina, sehingga dapat meminimalisir biaya pengiriman.
Menurut laporan terbaru media lokal Cina C Technology, Apple pun
dikabarkan akan memotong setengah jumlah produksi iPhone 5C di Cina.
Dari 300.000 unit per hari menjadi 150.000 unit per hari. Ini
mengindikasikan, Apple masih memiliki persedian iPhone 5C cukup melimpah
untuk pasar Cina dan mungkin global. Bukan hanya itu saja, Apple juga
telah memangkas harga iPhone 5C hingga 30 persen menjadi sekitar 3.000
hingga 3.300 Yuan (US$ 489 – 539).
“Saya percaya dalam banyak aspek, kami telah melampaui (Apple dan
Samsung. Kami memiliki beberapa bagian yang lebih baik, namun menjadi
kelemahan mereka,” Ungkap Lee yang juga mengakui, awalnya Ia belajar
mengenai kesuksesan pendiri Apple, Steve Jobs ketika membangkitkan
industri PC pada 1980-an melalui buku berjudul “Fire in the Valley”.
Seolah menyiratkan seperti apa yang dikatakan Lei, kelemahan Apple
namun menjadi kelebihan Xiaomi ialah, Apple tak mampu memberikan
smartphone high-end dengan harga yang pantas untuk mayoritas masyarakat
negara berkembang, bukan hanya Cina. Bahkan mantan CEO Apple, John
Sculley pernah mengatakan, bisnis Apple layaknya pabrikan mobil mewah
BMW yang tak berminat, bermain di produk berharga murah.
No comments:
Post a Comment